Pendahuluan
Dalam kehidupan modern ini tentu tidak
sedikit kegiatan kita yang bersinggungan dengan bank. Mulai dari jual-beli,
bayar kredit, bayar sewa, transfer, menabung, simpan pinjam dan lain-lain. Tapi
apakah anda tahu bagaimana sejarah dari bank itu sendiri? Jika di tinjau dari
istilah “Bank” berasal dari bahasa “Banco” dari bahasa Italia yang berarti
banku. Pada awalnya banco ini
tempat menukar barang-barang yang mempunya nilai yang cukup tinggi. Dengan
adanya kepercayaan yang semakin tinggi terhadap banco-banco ini, maka orang
bukan saja menukarkan uang saja tetapi menyimpan uang tersebut pada banco-banco
itu. Itu adalah sejarah
singkat tentang bank. Lalu bagaimana pengertian bank menurut beberapa sumber? Contohnya
seperti dibawah ini.
1.
Pengertian
Bank menurut Prof G.M Verryn Stuart :
” Bank adalah salah saru badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit,
baik dengan alat-alat pembayaran sendiri atau dengan uang yang diperolehnya
dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa
uang giral”.
2.
Pengertian
Bank menurut. H. Malayu S.p Hasibuan
: “Bank adalah lembaga keuangan berarti Bank adalah badan usaha yang kekayaan
terutama dalam bentuk aset keuangan (Financial Assets) serta bermotivasi profit
dan juga sosial, jadi bukan mencari keuntungan saja”.
3.
Di
dalam undang- undang juga dijelaskan
dengan jelas. Seperti pada undang–undang No. 10 tahun 1998 Pengertian
Bank sebagai berikut : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan bentu-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak “.
Dari beberapa rumusan dan pendapat tentang bank di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : “Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa di dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, juga menghimpun dana dari masyarakat yang berkelebihan dana dan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan”.
Menurut undang-undang No.10 Tahun 1998
Tentang Perbankan pada Bab II, Azas. Fungsi dan Tujuan Perbankan adalah sebagai
berikut :
1.
Perbankan
Indonesia dalam melakukan usaha berazaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian. (Pasal 2)
2.
Fungsi
utama Bank Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
3.
Tujuan
utama adalah : “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka peningkatan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.” (pasal 4)
1.
Pengertian dan Klasifikasi Bank
Bank
adalah sebuah lembaga perantara keuangan yang memiliki wewenang dan fungsi
untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan. Sedangkan menurut
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November
1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari
definisi bank di atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu bank merupakan suatu
lembaga dimana kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana
simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit
maupun bentuk-bentuk lainnya.
Klasifikasi bank dari beberapa sudut pandang,
diantaranya adalah :
Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi.
- Bank Sentral
Bank sentral adalah
bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang,
mengatur pengerahan dana-dana,
mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan pencetakan / penambahan mata
uang rupiah dan lain sebagainya. Bank
sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia.
- Bank Umum atau Bank Komersial
Bank umum adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan.
- Bank Milik Negara
Adalah bank yang
seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999 lalu lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank
Mandiri, yang merupakan hasil merger atau
penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.
- Bank Pemerintah Daerah
Adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki
oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah
Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962.
Masing-masin Pemerintah Daerah
telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
- Bank Swasta Nasional
Setelah pemerintah
mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank
umum swasta nasional yang baru. Namun
demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh
pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas
(PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun
1993.
- Bank Swasta Asing
Adalah bank-bank
umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja.
Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988,
bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor caban pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta,
Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan
Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan
fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh BI.
- Bank Umum Campuran
Bank campuran
(joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang
berkedudukan di Indonesia
dan didirikan oleh warga negara atau
badan hukum Indonesia yang
dimiliki sepenuhnya warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih
bank yang berkedudukan di luar negeri.
Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa.
- Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah
bank yang dalam kegiatan usahanya dapat
melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian
jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank
devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.
- Bank Non Devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya
dapat melayani transaki- transaksi
di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah
memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume
usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana,
serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman
dalam valuta asing.
2. Sifat
Khusus Industri Perbankan
1.
Sebagai
salah satu sub-sistem industri jasa keuangan. Bank disebut juga sebagai jantung
jasa keuangan, karena bank sebagai motor penggerak roda perekonomian suatu
negara, salah satu indicator kestabilan tingkat perekonomian suatu negara. Jika
perbankan mengalami keterpurukan, hal ini berpengaruh pada perekonomian negara
tersebut.
2.
Bertumpu
kepada kepercayaan masyarakat (fiduciary financial institution). Kepercayaan
masyarakat adalah segala-galanya bagi bank. Begitu masyarakat tidak percaya
pada bank, bank akan menghadapi “rush” dan akhirnya bangkrut. Di AS pada abad
19-20, setiap 20 tahun sekali terjadi krisis perbankan sebagai akibat krisis kepercayaan
( Lash, 1987 : 8 ).
Dari
2 sifat tersebut, bank merupakan perantara antara mereka yang kelebihan dana
dan disimpan (deposan) dan mereka yang membutuhkan dana (debitur), jadi
hakikatnya bank tidak mengelola modal atau uangnya sendiri. Karena itu dalam
industri perbankan berlaku ketentuan universal yang mengacu pada standard Bank
for International Settlement (BIS) yaitu rasio kecukupan modal sendiri terhadap
total modal atau lazim dikenal dengan aipital adequacy ratio (CAR) minimum 8 %,
yang kemudian secara bertahap wajib ditingkatkan menjadi 10% dan 12%.
3. Fungsi
dan Peranan Bank
Para
ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai institusi
keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank umum
melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana dalam
bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori.
Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut
sebagai bank umum pencipta uang giral. Pengertian bank umum menurut Undang-Undang
No. 10 tahun 1998 : “Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Fungsi-fungsi bank umum yang
diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam
perekonomian modern, yaitu :
1.
Penciptaan
uang. Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran
lewat mekanisme pemindah bukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang
giral menyebabkan posisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank
sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara
mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2.
Mendukung
Kelancaran Mekanisme Pembayaran. Jasa yang ditawarkan bank umum adalah
jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat
dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian
fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas kartu kredit
atau sistem pembayaran elektronik.
3.
Penghimpunan
Dana Simpanan Masyarakat. Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum
adalah dana simpanan. Macam-macam dana simpanan adalah giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya.
4.
Mendukung
Kelancaran Transaksi Internasional. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua
pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak,
budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang
beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian
transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak
yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah,
cepat, dan murah.
5.
Penyimpanan
Barang-Barang Berharga. Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu
jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat
menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan
ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety
box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan
bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan surat-surat berharga.
6.
Pemberian
Jasa-Jasa Lainnya. Contoh dari layanan ini adalah dapat membayar listrik,
telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji
pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
4. Peranan
Bank Indonesia dalam Perbankan
Tujuan
BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai
tujuan tersebut BI mempunyai 3 tugas utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter tersebut, BI berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan
memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan. Perlu dikemukakan bahwa
tugas pokok BI berubah sejak diterapkannya undang-undang tersebut, yaitu dari
multiple objective (mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja,
dan memelihara kestabilan nilai rupiah) menjadi single objective (mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah). Dengan demikian tingkat keberhasilan BI
akan lebih mudah diukur dan dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
5. Deregulasi
Perbankan
DEREGULASI
perbankan sudah digulirkan sejak 14 tahun lalu. Bahkan, dari dampak yang kini terasa
yaitu goyahnya sejumlah bank swasta, sangat terasa bahwa aturan-aturan
perbankan Indonesia memang tak didasari pengalaman negara-negara lain yang
sudah lebih lama mengatur soal-soal bank.
Deregulasi
perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya
: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito.
Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit.
Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang
minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
Lima
tahun kemudian ada Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88). Pakto 88 boleh
dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di
bidang perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang
pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru
masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan
antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan. Dengan demikian, secara
terang-terangan monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan.
Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana
deposito dan tabungan juga semakin sengit dan mengutamakan untung, akibatnya sisi
keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya banyak kredit macet. Kondisi
ini kemudian memunculkan Paket Februari 1991(Paktri) yang mendorong dimulainya
proses globalisasi perbankan.
Salah
satu tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan
perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8
persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya
peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi
aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu,
tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang
diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta,
dan Bank Umum Majapahit.
Setelah
itu, lahir UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992 yang disahkan oleh Presiden
Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor
14 tahun 1967. Intinya, UU itu menggaris bawahi soal peniadaan pemisahan
perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan
soal
pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan
kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan
kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk
mengurangi sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi
kredit dan koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan
Paket 29 Mei 1993 (Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan
kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa
bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy
ratio) atau perimbangan antara modal sendiri dan aset sesuai dengan ketentuan
adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan
loan to deposit ratio (LDR).
Aturan
yang terakhir diluncurkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996
yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman
Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan
tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat
banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
No comments:
Post a Comment